Lumba-lumba adalah mamalia laut yang sangat cerdas, selain itu sistem alamiah yang melengkapi tubuhnya sangat kompleks. Sehingga banyak teknologi yang terinspirasi dari lumba-lumba. Salah satu contoh adalah kulit lumba-lumba yang mampu memperkecil gesekan dengan air, sehingga lumba-lumba dapat berenang dengan sedikit hambatan air. Hal ini yang digunakan para perenang untuk merancang baju renang yang mirip kulit lumba-lumba.
Lumba-lumba memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsang yang dinamakan sistem sonar, sistem ini dapat menghindari benda-benda yang ada di depan lumba-lumba, sehingga terhindar dari benturan. Teknologi ini kemudian diterapkan dalam pembuatan radar kapal selam. Lumba-lumba adalah binatang menyusui. Mereka hidup di laut dan sungai di seluruh dunia. Lumba-lumba adalah kerebat paus dan pesut. Ada lebih dari 40 jenis lumba-lumba.
Bayi lumba-lumba yang baru lahir akan dibawa ke permukaan oleh induknya agar bisa menghirup udara. Lumba-lumba perlu naik ke permukaan untuk bernafas supaya tetap hidup. Lumba-lumba bernafas melalui lubang udara yang terletak di atas kepalnya. Tubuhnya yang licin dan ramping sangat sesuai untuk berenang. Induk lumba-lumba menyusui anaknya dengan susu yang gurih dan menyediakan energi bagi anaknya supaya cepat besar. Setiap anak lumba-lumba selalu berada di dekat induknya, sehingga ibunya bisa melindungi dari bahaya. Lumba-lumba selalu menjaga hubungan dengan anaknya hingga tumbuh semakin besar. Induk lumba-lumba memanggil anak anaknya dengan siulan khusus yang bisa mereka kenali.
Lumba-lumba hidup dan bekerja dalam kelompok atau disebut kawanan. Mereka sering bermain bersama. Seekor lumba-lumba tidak bisa tidur nyenyak di bawah air. Ia bisa tenggelam. Oleh karena itu, ia setengah tidur beberapa saat dalam sehari. Lumba-lumba makan cumi dan ikan seperti ikan mullet abu-abu. Kadang kadang Lumba-lumba menggiring kawanan ikan agar mudah ditangkap. Lumba-lumba mencari jalan dengan mengirimkan suara didalam air. Jika suara itu mengenai suatu benda, suara itu akan dipantulkan kembali sebagai gema. Kadang kadang, suara gaduh di laut akibat pengeboran minyak dapat membingungkan lumba-lumba. Mereka akan mengalami kesulitan dalam mengirim dan menerima pesan.
Manusia senantiasa tertarik dengan kisah lumba-lumba. Bangsa Romawi telah membuat gambar mozaik lumba-lumba sekitar 2.000 tahun lalu. Sekarang, manusia senang berenang di laut bersama binatang yang pandai dan bersahabat seperti lumba-lumba. Lumba-lumba harus berhati hati terhadap ikan hiu yang mungkin menyerang mereka sewaktu waktu. Mereka melindungi diri dengan gigi giginya, kadang-kadang mereka menggunakan paruhnya sebagai pelantak. Manusia dapat menjala banyak sekali ikan bagi lumba-lumba untuk makanannya. Terkadang, lumba-lumba tertangkap oleh jaring nelayan. Mereka tidak dapat menghirup napas di permukaan, akibatnya mereka tenggelam. Ketika bahan kimia yang berbahaya dibuang ke laut, limbah itu bisa meracuni makanan yang dimakan lumba-lumba. Pembangunan waduk di sungai dan pengeringan danau hanya menyisakan sedikit tempat bagi binatang seperti lumba-lumba Brazil untuk hidup.
Lumba-lumba tergolong sebagai mamalia yang cerdas. Lumba-lumba dapat menolong manusia, bila lumba-lumba sudah terlatih, bahkan lingkaran api pun dapat mereka terobos. Singa laut, spesies primata, ikan paus dan anjing juga termasuk binatang yang cerdas. Lumba-lumba yang sudah terlatih dapat melakukan berbagai atraksi dan mereka juga dapat berhitung, tetapi Lumba-lumba liar belum dapat melakukan berbagai atraksi. Sekarang ini, lumba-lumba dan ikan paus sudah langka, maka lumba-lumba dan ikan paus harus dilindungi. Lumba-lumba dan ikan paus telah mulai dilindungi di seluruh dunia.
Selasa, 08 Maret 2011
ikan nemo
Ari Wahyuni atau biasa disapa Kadek semula tak berpikir untuk membiakkan spesies ikan laut yang jumlahnya mulai langka di alam. Namun, kecintaan pada dunia perikanan membuat dia tergerak membudidayakan beberapa jenis ikan yang populasinya terancam akibat terus diburu dalam jumlah besar.
Salah satu buah ketekunannya adalah pengembangbiakan kuda laut (Hippocampus spp) dan ikan nemo (Amphiprion sp) secara massal. Kuda laut yang dikembangkanada dua jenis, yaitu Hippocampus kuda dan Hippocampus comes. Tahun 2008, total benih kuda laut yang dihasilkan 30.000 ekor dan benih
ikan nemo sekitar 10.000 ekor.
Pergulatan Kadek membudidayakan ikan nemo atau ikan badut diawali pada 2003. Keinginan mengembangkan nemo muncul ketika seorang keponakan menggelitiknya dengan pertanyaan, ”Bisakah ikan lucu itu dikembangbiakkan?”
Pertanyaan itu membuat sarjana biologi ini terpana. Kadek yang terbiasa berkecimpung dalam pembiakan ikan malah belum terpikir mengembangkan ikan hias semacam itu. Di tingkat pedagang, ikan nemo yang mengandalkan tangkapan di alam dijual relatif murah, Rp 3.500 per ekor. Ikan mungil itu memiliki penampilan yang lucu sehingga terus diburu dan semakin sulit ditemukan.
Ia lalu bereksperimen dengan membeli sepasang ikan nemo berwarna dasar oranye cerah dengan corak garis putih dihiasi siluet hitam (Amphiprion ocellaris). Ikan itu diambil dari perairan Teluk Lampung, Provinsi Lampung. Percobaan awal tak berhasil. Sepasang nemo itu malah mati.
Kadek membeli lagi ratusan ikan nemo untuk dikembangbiakkan. Ia juga mencari konsep ”rumah buatan” yang tepat sebagai pengganti terumbu karang untuk bersarang dan tempat bertelur ikan karang itu. Proses uji coba ini menyebabkan ratusan ikan nemo mati. Ia lalu menggunakan anemon laut untuk tempat induk nemo bersarang dan menciptakan modifikasi pipa bekas sebagai tempat tinggal benih nemo.
”Hal tersulit adalah mencari tempat tinggal, bersarang, dan bertelur ikan itu. Jika perairan tercemar dan terumbu karang dirusak, populasi ikan ini di alam mudah terancam,” kata Kadek yang bekerja sebagai peneliti di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.
Hampir berbarengan dengan budidaya nemo, ia juga berinovasi memijahkan kuda laut yang tergolong hewan langka. Kuda laut hasil pemijahan itu memiliki masa pertumbuhan relatif cepat sehingga butuh waktu pemeliharaan hanya 6-7 bulan untuk siap panen dengan ukuran di atas 10 cm. Pemijahan kuda laut di Indonesia pernah dirintis pada 1990-an oleh peneliti BBPBL Lampung, Sudaryanto.
Sebagai peneliti, Kadek tak ingin setengah-setengah. Ia juga mencari formula pakan yang tepat bagi nemo dan kuda laut melalui pemberian jenis pakan yang disesuaikan dengan umur spesies. Ikan nemo yang terbiasa mengandalkan pakan alam bisa mengonsumsi pakan buatan berupa pelet setelah berukuran 3 cm.
Pengembangbiakan ikan nemo dan kuda laut menuai hasil tahun 2008. Keturunan ikan nemo sudah menghasilkan generasi kedua, sedangkan kuda laut generasi keempat. Kuda laut yang merupakan bahan dasar obat-obatan itu produksinya mencapai 14.000 ekor, di antaranya dipasarkan ke Jepang dan Jerman.
Benih hasil budidaya juga memiliki daya tahan lebih baik ketimbang tangkapan alam dan bisa beradaptasi dengan pakan buatan, perubahan lingkungan, dan salinitas. Selain menekuni budidaya ikan nemo dan kuda laut, Kadek bersama tim peneliti BBPBL Lampung juga mengembangkan budidaya kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan rumput laut.
Modal sendiri
Lulusan Fakultas Biologi Universitas Satya Wacana, Salatiga, ini yakin perikanan laut adalah kekayaan hayati yang potensial dibudidayakan. Sebagai peneliti yang juga pegawai negeri sipil (PNS), Kadek menyadari penelitian selama ini kurang aplikatif untuk diterapkan masyarakat.
Lebih jauh ia mengkritik budidaya perikanan di negeri bahari ini belum maju, lantaran sikap peneliti yang cenderung enggan bekerja lebih keras memajukan dan mengungkap kekayaan perikanan Tanah Air.
Sebagai bukti keseriusan mengembangkan penelitian, Kadek merogoh kocek pribadi hingga jutaan rupiah untuk penelitian ikan nemo. Keteguhannya meneliti dan membiakkan nemo tanpa biaya pemerintah itu sempat menuai kecurigaan petugas pengawas PNS yang mengaudit BBPBL Lampung pada 2005.
Pengawas itu mencurigai Kadek menggunakan dana ”gelap” dan secara sembunyi-sembunyi melakukan penelitian ikan nemo dan kuda laut. Setelah melalui proses interogasi, petugas itu berbalik mendukung penelitian yang dilakukan Kadek secara swadaya.
Terinspirasi nemo
Bergelut dengan budidaya satwa air membuat perempuan pemalu ini kerap terilhami sikap dan perilaku ikan. Ia terkesan saat mengetahui ikan nemo dan kuda laut adalah satwa air yang setia dan hanya mau dikawinkan dengan pasangannya.
”Kesetiaan nemo itu menginspirasi saya untuk terus setia pada (budidaya) ikan,” ujar anak keenam dari tujuh bersaudara itu.
Kadek tak ingin menyimpan hasil karyanya. Ia bercita-cita menghidupkan kembali tempat pembenihan udang (hatchery) milik rakyat yang kolaps sejak 2003 dengan mengajak petambak membudidayakan nemo dan kuda laut.
Ia berkeyakinan, maraknya upaya pengeboman karang dan perburuan ikan hias tak bisa dihentikan semata-mata dengan larangan dan sanksi. Lingkaran setan perusakan biota perairan bisa diputus bila ada solusi berupa penghasilan alternatif bagi masyarakat.
Untuk mewujudkan harapan itu, Kadek mendaftarkan hasil temuannya ke Departemen Kehutanan guna mendapatkan sertifikasi budidaya kuda laut. Dengan sertifikasi itu, langkahnya memperluas budidaya nemo dan kuda laut secara besar lebih mudah.
”Budidaya ikan diharapkan menjadi alternatif penghasilan baru bagi masyarakat. Ini lebih baik ketimbang mengebom karang dan merusak populasi ikan,” katanya.
Tahun ini dia bertekad memijahkan empat jenis nemo lain, yakni Amphiprion sandaracinos, Amphiprion sebae, Amphiprion melanopus, dan Premnas epigrama. Di Indonesia terdapat 34 jenis ikan nemo yang tergolong ikan hias.
Menurut dia, salah satu kendala yang harus dipecahkan adalah rantai pemasaran yang serba tak pasti. Di antaranya harga ikan hasil budidaya yang relatif rendah atau dipatok sama dengan hasil tangkapan, kendati ikan hasil budidaya punya daya tahan hidup lebih baik.
Harga jual ikan nemo Rp 3.500 per ekor, jauh lebih rendah ketimbang harga ekspor yang 15 dollar AS per ekor. Sedangkan kuda laut Rp 10.000-Rp 15.000 per ekor, padahal harga ekspornya 20 dollar-25 dollar AS per ekor.
”Tanpa memecah persoalan pemasaran, upaya membangkitkan budidaya perikanan sulit tercapai,” tuturnya.
Ubur Ubur, Si Cantik dan Beracun
Kita tentu pernah membaca, mendengar dan melihat salah satu biota laut yang bernama “ubur ubur”. Menjijikkan!!! Sebagian orang mungkin akan berkomentar seperti itu ketika melihat ubur ubur yang terdampar di pasir pantai terbawa ombak, lembek, tidak jelas bentuknya dan tertutup pasir. Tapi coba lihat ubur ubur di dalam perairan atau aquarium raksasa yang sedang berenang! Alangkah cantik mahluk ciptaan Allah SWT yang satu ini.
Ubur ubur adalah salah satu jenis biota laut yang 95% tubuhnya terdiri dari air dan tidak mempunyai tulang belakang. Biota laut ini bisa hidup hampir disemua iklim. Tubuhnya bertentakel (organ yang menyerupai belalai), tanpa mata dan otak. Ada yang mempunyai mulut dan ada yang tidak. Mempunyai gelembung udara di bagian atas tubuhnya dan segumpal daging berwarna biru, karena itu dinamakan “Jellyfish”.
Kenapa dikatakan cantik???
Diciptakan transparan (tembus pandang), sebagian dari jenis ubur ubur ini juga dapat memancarkan cahaya dari tubuhnya, bayangkan atau buktikan sendiri kecantikannya. Cahaya yang dikeluarkan tubuh ubur ubur bukan hanya sebagai aksesoris mempercantik tubuh, melainkan juga sebagai alat pertahanan diri dari pemangsa. Pada saat ubur ubur dikejar oleh pemangsa, tubuhnya akan mengeluarkan cahaya. Tetapi pada saat digigit, bagian tubuh ubur ubur yang berbentuk lonceng akan memadamkan cahayanya, sementara tentakel yang masih bercahaya dilepaskan dari tubuhnya dengan tujuan mengelabui pemangsa. Ubur ubur akan melarikan diri pada saat pemangsa mengejar tentakel bercahaya yang dilepaskannya.
Bagaimana dengan beracun???
Sebagian jenis ubur ubur juga memiliki racun. Racun juga berfungsi untuk pertahanan diri pengganti cahaya pada jenis lain. Pada salah satu jenisnya, ubur ubur kotak (box jellyfish) memiliki racun yang sangat mematikan. Racunnya mengandung toksin yang menyerang jantung, sistem syaraf dan sel sel kulit. Selain mematikan, sengatan dari tentakel ubur ubur kotak juga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Sengatannya juga bisa mengakibatkan shock pada manusia, rasa sakit dan luka dari sengatan bisa berminggu minggu lamanya, dan juga bisa menyebabkan kematian.
Ubur ubur mengubah dunia kedokteran???
Seorang ahli kimia dari Jepang, Osamu Shimomura bersama 3 kawannya melakukan perburuan ubur ubur pada tahun 1961 karena terpesona oleh cahaya cantik yang berwarna hijau benderang pada ubur ubur. Penasaran akan hal itu, Osamu Shimomura melakukan penelitian. Setahun kemudian ditemukan hasil, bahwa warna hijau yang berpijar pada ubur ubur merupakan senyawa protein yang dinamai “green fluorescent protein”.
Temuan Shimomura dan 3 temannya ini telah memberikan inspirasi bagi para ahli biokimia didunia. Jika protein hijau ini dilekatkan pada protein lain atau suatu struktur dalam sel, para peneliti akan bisa mengamati bagaimana mesin sel yang kompleks itu bekerja. Berkat bantuan protein ini yang difasilitasi teknologi DeoxyriboNucleic Acid (DNA), para peneliti bisa mengikuti proses dalam tubuh yang selama ini tidak terlihat, seperti perkembangan sel sel syaraf otak atau bagaimana sel kanker menyebar. Warna hijau pada protein digunakan sebagai penanda pergerakan sel itu. Protein hijau ini akan ikut bergerak bila sel bergerak, para peneliti bisa dengan mudah menginformasikan apa yang salah dengan sel atau tubuh kita ketika terjadi infeksi penyakit.
Selanjutnya, berbagai penemuan lain berhasil ditemukan para ahli dari protein hijau ubur ubur ini, teknologi yang benar benar merubah riset dunia kedokteran di masa datang. Atas penemuannya itu, Osamu Shimomura terpilih sebagai pemenang hadiah nobel kimia pada tahun 2008 lalu.
Itulah sedikit cerita tentang ubur ubur. Biota laut yang lembek, tubuh 95% air, tanpa mata tanpa otak tapi tetap cantik dan bisa mempertahankan diri secara terpola dari pemangsa. Begitu besar kuasa Allah SWT atas ciptaanNya.
Langganan:
Postingan (Atom)